ARTIKEL BEBAS (UNIK & MENARIK)

Tuesday, November 28, 2006

Kuatkan Militansi

Lanjutan dari halaman utama..

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,

Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.

Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenak-enaknya. Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita : “Si Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian”.

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.

Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,

Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.

Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa as untuk berjuang sendiri. “Pergilah engkau dengan Tuhanmu”. Hal itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.

Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis makanan.

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani, dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin.

Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. “Demi Allah, ini pasti bukan manusia”. Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris.

Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.

Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.

Wallahu a'lam bis shawab

Wednesday, November 22, 2006

Jatuh Cinta



lanjutan dari halaman utama....

Duh, kenapa ya? Ketika itu, dadaku menbuncah gemuruh, mengetahui seorang lagi pemudamu meledakkan bom bersama dirinya. Dulu, dulu sekali, aku selalu berpikir orang-orang seperti itu adalah orang-orang bodoh; mengapa mereka tidak menghargai hidupnya sama sekali? Tapi hari itu, berkenalan dengan nama-nama itu; Yahya Ayyash al muhandis, Muhammad Fathi Farahat, Wafa Idris, dan panjang lagi deretan nama-nama itu; membersit seberkas iri di selip hati. Duh, kenapa ya?

Yahya Ayyash al Muhandis; Yahya Ayyash sang insinyur. Aku juga seorang calon insinyur ketika itu. Mart Siska Anggraeni al Muhandisah; hmm... tampak keren. Tapi bukan itu, benar-benar bukan itu, bukan keren atau tidak keren. Hanya tak menyangka aku tiba-tiba berpikir, apa yang bisa kuperbuat yang itu sebesar apa yang diperbuatnya, sehingga bukan aku sendiri yang mencatatnya 'al Muhandisah' itu, tapi sejarah sendiri yang mencatatkannya. Ah, aku ini, sering tenggelam sendiri dalam mimpiku.

Dan Muhammad Fathi Farahat yang belia itu, 17 tahun. Aku beberapa tahun lebih tua darinya, tapi aku merasa benar-benar malu, menyadari apa yang telah dibuatnya adalah sesuatu yang sangat besar. Ah, besar di mataku yang manusia ini mungkin sangat tidak penting, tapi ini adalah sesuatu yang BENAR-BENAR BESAR! Berkarya sedemikian rupa untuk RabbNya.

Hmm... Wafa Idris. Siapa bilang orang-orang yang mengenakan bom itu orang-orang yang tidak berguna lagi hidupnya? Ah, Wafa Idris ini adalah seorang yang cerdas; pandai sekali dalam studinya. Kalau dia melanjutkan pendidikannya, pastilah dia akan menjadi besar dan hebat. Tapi ia memilih kebesaran dan kehebatannya sendiri, yang itu bukan ukuran manusia, tapi ukuran yang ditetapkan RabbNya.

Ah, sejak kapan ya, jatuh cinta seperti ini?

Lalu aku memasukkan qunut na'zilah dalam sholat-sholatku ketika itu. Lalu aku bergabung bersama sahabat-sahabat yang turun ke jalan, melantangkan pembelaan kepadamu. Pergi ke Jakarta ketika itu, berbis-bis dari Bandung, berangkat tengah malam, lalu pagi-paginya berjalan kaki menggemakan pembelaan kepadamu di jalanan Jakarta. Ah, aku masih saja sering sesenggukan, meski dalam teriakan takbir yang kuharap sampai kepadamu.

Ah, sejak kapan ya, mencintaimu seperti ini?

Mendengar namamu disebut, seperti kejutan menyentak, menerbitkan jenak kesadaran. Mengucap namamu, ada seruak haru memenuhi hati, lalu menjadi biru dan sendu. Mengingatmu, sering membarakan semangat berjuang, lalu menenggelamkan diri, karena sejatinya belum ada yang benar-benar kuperbuat untukmu.

Ah, sejak kapan ya, mencintaimu seperti ini?

Yang pasti, cinta ini bukan mengada-ada. Mencintaimu adalah sebuah bukti kecintaanku kepadaNya. Mencintaimu adalah mengikuti teladan yang telah bertebaran di penjuru bumi Islam. Ah, aku pun yakin, semua karena Allah menghendakinya, " dan (Allah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. " QS. Al Anfaal [8] : 63.
Duh, bagaimana ya, membuktikan cinta padamu?

Begitulah..., setiap yang jatuh cinta, tiba-tiba menjadi penyair yang piawai. Tapi cinta tidak hanya butuh kata-kata bukan? Sementara sepanjang putaran sejarah, telah dituliskan berjuta untaian kata cinta untukmu, bahkan oleh mutiara-mutiara kenabian terdahulu. Berjuta jiwa telah menemui kehidupan bersama RabbNya, karena pembelaannya kepadamu.

Duh, bagaimana ya, membuktikan cinta padamu?

Sementara aku...? Aku masih disini saja, disibuki dengan duniaku sendiri.
Ah, jika kata memang tak sekedar rangkaian huruf-huruf, ingin benar seisi jagat mengetahui; aku mencintaimu, palestina...
Ah, jika sebuah janji itu berharga, ingatkan aku akan janjiku; tak akan berhenti mencintaimu, tak akan menyerah berjuang untukmu, sekuat diriku...
Ah, jika sebuah doa itu senjata, aku memohon kemudahan dan kekuatan kepada Rabbku; ijinkan aku selalu terjaga dalam pembuktian cintaku...

Monday, November 06, 2006

DONGENG PEMBANGUN JIWA, "Ayat-Ayat Cinta"


“…Subhanallah, aku baru terperangah bahwa da'wah Islam dapat disajikan lewat Novel dan Karya yang hebat. Pokoknya aku menyimpulkan setelah baca Ayat-ayat Cinta, ada Asyiknya, Romantisnya, Harunya, Lucunya, Gemesnya, Emosinya, getirnya, harapan, pencerahan, da'wah, pelajaran hidup, perkawinan suci, rumah tangga, kesetiaan, keberanian, keluhuran, bertetangga, toleransi. baik sekali di baca umat Non Muslim, atau Suami-Istri, atau ahli selingkuh, atau ahli maksiat. : kenikmatan yang halal masih banyak. kenapa orang nyari yang tidakhalal? ha ha ha lucu....untuk Instropeksi. Pentingnya Al-Quran dan Sunnah Rosullulloh. Hebatnya Al-Azhar....Bobroknya Sistem Pemerintahan Model Masa Kini. Pentingnya menuntut ILMU. dan Pentingnya Bikin TARGET HIDUP = TAKDIR DAN KEPUASAN…”Sekelumit kesan salah seorang sahabat setelah membaca novel Ayat-Ayat Cinta.

Tidaklah sanjungan terlalu tinggi bila novel ini dikatakan novel pembangun jiwa, betapa tidak, selain dari segi ceritanya, novel ini juga didukung dengan sitiran beberapa kalamullah, hadits-hadits shohih, kitab-kitab dan pustaka yang baik sehingga bisa menguatkan cerita serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berfikir.

Berikut karakter pemeran utama yang ada dinovel tersebut, semoga segala kebaikan yang ada bisa menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Fahri Bin Abdillah

Seorang mahasiswa dari Indonesia yang lembut hatinya dan berbudi mulia. Mungkin dia bisa dikatakan sebagai prototype Rasulullah di era modern ini. Segala tingkah lakunya selalu mencerminkan akhlakul karimahnya seorang muslim sejati. Sikap wara’ dan kehati-hatiannya dalam bertindak membuat dia disegani dan dikagumi banyak orang disekitarnya.

Kemuliaan akhlaknya banyak mamancing tumbuhnya cita-cita tinggi dan cinta bagi banyak akhwat yang mengenalnya. Tapi sekali lagi dengan segala budi luhurnya kondisi demikian tidak menjadikan sebagai komoditi yang ia manfaatkan secara salah. Bahkan dia tetap menyikapi dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan yang terbaik.

Kecintaan dan keinginan para wanita yang ingin dinikahi olehnya datang bertubi-tubi justru setelah dia mengikat janji dengan seorang akhwat pilihan “Aisha” yang agung dan mulia juga akhlaknya.

Namun Fahri tetaplah hamba Allah biasa yang mempunyai kekurangan dan keterbatasan juga. Untuk itu ia selalu berdiskusi dan belajar dari banyak para shalafus sholeh dan ulama-ulama yang ada disekitarnya, demikian juga peran istri pertamanya yang sedikit banyak berperan dalam memberikan pertimbangan dalam setiap ia mengambil keputusan. By Rds